Nabi Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman, melewati gurun dan gunung-gunung. Kemuudian beliau memasuki tanah Arab. Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air. Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah, lalu beliau turun dari atas punggung hewan tunggangannya. Lalu beliau menurunkan istrinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari.
Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba istrinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab dan ia tetap berjalan. Istrinya pun kembali mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si istri memahami bahwa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian si istri bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." Istri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempuyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggung jawab bersama ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat kita salat.
Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namuii semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang.
Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya, orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu beserta anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.
Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya:
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia senja, padahal sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh karunia seorang anak.
Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahwa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim berpikir dan merenung. Kemudian datanglah jawaban bahwa Allah SWT melihatkan kepadanya bahwa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahwa ia menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.
Sebagai pecinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim adalah penghulu para pecinta. Nabi Ibrahim berpikir tentang apa yang dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.
"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; apakah anaknya akan menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah perintah dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawaban dari ayahnya itu bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang karenanya si ayah harus segera melaksanakannya:
"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah jawaban si anak. Ia mengetahui bahwa ia akan disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya bahwa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa tenang ketika mendapati anaknya menantangnya untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT.
Kita tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan kepada kita bahwa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai pelaksanan perintah Allah SWT:
"Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-Shaffat: 103)
Al-Qur'an menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap pertintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu kurban yang besar.
Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya di Irak, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi Ibrahim duduk di luar kemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa kurban yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.
Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa mereka adalah tamu-tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilahkan mereka duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya. Sarah, istrinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi Ibrahim berkata kepada istrinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang asing." Istrinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh iya, apakah ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata: "Separo daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separo daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki hewan tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka orang-orang yang tidak mampu."
Nabi Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan. Istrinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahwa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di rumahnya tidak ada hewan lain selain kambing itu, tetapi karena kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara tamunya yang mengulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan ketakutan.
Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahwa tamu yang tidak mau makan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini berarti bahwa ia hendak berniat jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berpikir dengan penuh keheranan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berpikir, bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak melihat mereka sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang mengantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati istrinya Sarah berdiri di ujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak mengatakan bahwa ia merasa takut terhadap tamu-tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berpikir bahwa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat membaca pikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku mengakui bahwa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mau memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, karena kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth."
Mendengar semua itu, istri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan rnereka. Salah seorang malaikat menoleh kepadanya dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah SWT memberimu kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu dengan penuh keheranan berkata:
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan istrinya. Suasana di kamar pun berubah dan hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan kegembiraan. Istrinya yang mandul berdiri dalam keadaan gemetar, karena berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim bertanya:
"Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku ielah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah beliau ingin mendengarkan kabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya karunia dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahwa mereka membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.'" (QS. al-Hijr: 55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan mereka bahwa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya sekadar kegembiraan. Kemudian istri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan bersama mereka. la bertanya dengan penuh keheranan: "Apakah aku akan melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat mengherankan." Para malaikat menjawab:
"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahhan atas kamu, hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim dan istrinya. Nabi Ibrahim tidak mempuyai anak kecuali Ismail di mana ia meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. Istrinya Sarah selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh karena itu, Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.
Para malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya." Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan kabar gembira di mana ia akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahwa anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri karena saking gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang mengherankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya kabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran Ishak dari istrinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada makanan. Ia merasa tidak rnarnpu lagi melanjutkan makan karena saking gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa mereka diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan kaumnya. Ini berarti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada mereka, bahwa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahwa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahwa tugas mereka adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui batas.
Setelah para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab: "Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya." Kemudian mereka memahamkannya bahwa perkara tersebut telah ditetapkan dan bahwa kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak terlibat lebih jauh dalam dialog itu karena Allah SWT telah memutuskan perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan penyantun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: 'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Yakub. Istrinya berkata: 'Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soaljawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak." (QS. Hud: 69-76)
Pernyataan malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu. Ibrahim pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita beralih pada Nabi Luth dan kaumnya.
[1] Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. (Peng.)
demikian kisah Nabi Ibrahim AS semoga bermanfaat.
Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba istrinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab dan ia tetap berjalan. Istrinya pun kembali mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si istri memahami bahwa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian si istri bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." Istri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempuyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggung jawab bersama ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat kita salat.
Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namuii semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang.
Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya, orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu beserta anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.
Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya:
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia senja, padahal sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh karunia seorang anak.
Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahwa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim berpikir dan merenung. Kemudian datanglah jawaban bahwa Allah SWT melihatkan kepadanya bahwa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahwa ia menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.
Sebagai pecinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim adalah penghulu para pecinta. Nabi Ibrahim berpikir tentang apa yang dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.
"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; apakah anaknya akan menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah perintah dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawaban dari ayahnya itu bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang karenanya si ayah harus segera melaksanakannya:
"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah jawaban si anak. Ia mengetahui bahwa ia akan disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya bahwa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa tenang ketika mendapati anaknya menantangnya untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT.
Kita tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan kepada kita bahwa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai pelaksanan perintah Allah SWT:
"Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-Shaffat: 103)
Al-Qur'an menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap pertintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu kurban yang besar.
Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya di Irak, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi Ibrahim duduk di luar kemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa kurban yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.
Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa mereka adalah tamu-tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilahkan mereka duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya. Sarah, istrinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi Ibrahim berkata kepada istrinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang asing." Istrinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh iya, apakah ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata: "Separo daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separo daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki hewan tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka orang-orang yang tidak mampu."
Nabi Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan. Istrinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahwa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di rumahnya tidak ada hewan lain selain kambing itu, tetapi karena kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara tamunya yang mengulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan ketakutan.
Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahwa tamu yang tidak mau makan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini berarti bahwa ia hendak berniat jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berpikir dengan penuh keheranan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berpikir, bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak melihat mereka sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang mengantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati istrinya Sarah berdiri di ujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak mengatakan bahwa ia merasa takut terhadap tamu-tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berpikir bahwa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat membaca pikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku mengakui bahwa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mau memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, karena kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth."
Mendengar semua itu, istri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan rnereka. Salah seorang malaikat menoleh kepadanya dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah SWT memberimu kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu dengan penuh keheranan berkata:
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan istrinya. Suasana di kamar pun berubah dan hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan kegembiraan. Istrinya yang mandul berdiri dalam keadaan gemetar, karena berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim bertanya:
"Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku ielah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah beliau ingin mendengarkan kabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya karunia dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahwa mereka membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.'" (QS. al-Hijr: 55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan mereka bahwa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya sekadar kegembiraan. Kemudian istri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan bersama mereka. la bertanya dengan penuh keheranan: "Apakah aku akan melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat mengherankan." Para malaikat menjawab:
"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahhan atas kamu, hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim dan istrinya. Nabi Ibrahim tidak mempuyai anak kecuali Ismail di mana ia meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. Istrinya Sarah selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh karena itu, Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.
Para malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya." Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan kabar gembira di mana ia akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahwa anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri karena saking gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang mengherankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya kabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran Ishak dari istrinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada makanan. Ia merasa tidak rnarnpu lagi melanjutkan makan karena saking gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahwa mereka diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan kaumnya. Ini berarti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada mereka, bahwa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahwa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahwa tugas mereka adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui batas.
Setelah para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab: "Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya." Kemudian mereka memahamkannya bahwa perkara tersebut telah ditetapkan dan bahwa kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak terlibat lebih jauh dalam dialog itu karena Allah SWT telah memutuskan perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan penyantun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: 'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Yakub. Istrinya berkata: 'Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soaljawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak." (QS. Hud: 69-76)
Pernyataan malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu. Ibrahim pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita beralih pada Nabi Luth dan kaumnya.
[1] Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. (Peng.)
demikian kisah Nabi Ibrahim AS semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar