Selasa, 08 Mei 2012

Hukum Perdata



1.       Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek, biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
a.       Buku 1 tentang Orang / Personrecht
b.      Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
c.       Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
d.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewiji
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
a.       Faktor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
b.      Faktor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
a.       Golongan eropa : hukum perdata dan hukum dagang
b.      Golongna bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat
c.       Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
2.       Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
a.          BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
b.          WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
          Hukum perdata masuk pertama kali ke Indonesia dibawa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada zaman penjajahan. Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu mengodifikasikan dan menyusun KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Kodifikasi tersebut diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan staatsblad No. 23 dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.
         Setelah proklamasi, Indonesia masih tetap menggunakan sistem hukukm yang diterapkan oleh Hindia Belanda. Karena pasa saat itu Indonesia merupakan negara baru yang belum mempunyai sistem hukum yang sesuai ditambah dengan Pemerintah Jepang tidak memperbarui sistem hukum Hindia Belanda. Sesuai dengan UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang.
         Hukum perdata itu sendiri merupakan aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat atau pergaulan keluarga.
3.       Pengertian Dan Keadaan Hukum Di Indonesia
           Hukum adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
            Kondisi Hukum Indonesia sangat memprihatinkan. Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan serta aturan-aturan yang ada di tata kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk bersifat mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum diperlukan untuk membuat kebijakan, mengarah pada tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
        Namun dalam kenyataan, baik dalam konteks pembuatan kebijakan maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan, masih terlihat adanya gejala yang menjurus kepada upaya pelanggaran hukum itu sendiri. Sehingga belum terlihat perubahan yang  signifikan setalah 11 tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah terjadi dimulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami perubahan mendasar, dapat dikatakan bahwa penerapan hukum tidak lagi seperti UUD 1945 dan Pancasila sebagaimana diwarisi dari tahun 1945.
4.       Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
a.       SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUHPdt
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai berikut :
a.       Buku 1 tentang Orang / Personrecht
b.     Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
c.       Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
d.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewiji
b.      SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
a.   Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang Orang sebagai subjek hokum dan Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
b.   Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat hukum Perkawinan, hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke macht), Perwalian (voogdij), Pengampunan (curatele).
c. Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi, Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang, Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
d.    Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.
Source:
http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
http://coemix92.wordpress.com/2011/05/23/102/
http://erikacixers.wordpress.com/2012/03/11/sejarah-hukum-perdata-di-indonesia-tugas-2/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata

Senin, 07 Mei 2012

Hukum Perikatan

  1. Pengertian Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah hukum dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Artinya, suatu hal menurut perjanjian wajib dipenuhi oleh pihak yang merupakan bagian dari pihak lain. Menurut beberapa tokoh hukum perikatan antara lain:
  1. perikatan yaitu masaing-masing pihak saling terkait oleh suatu kewajiban atau prestasi (Subekti dan Sudikno).
  2. perikatan adalah hubungan hutang piutang antara para pihak (Sri Soedewi, Vol Maar, Kusmadi).
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan adalah hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

  1. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPdt terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
a.       Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
  1. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
  2. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
  1. Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.       Asas Kebebasan Berkontrak
            Asas kebebasan berkontrak, terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.      Asas konsensualisme
            Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:
a.       Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b.      Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
c.       Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
d.      Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

  1. Wanprestasi Dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi. Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
a.       Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c.       Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
`     Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
a.       Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi).
b.      Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian.
c.       Peralihan Risiko

  1. Hapusnya Perikatan
Hapusnya perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a.       Karena pembayaran
b.      Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c.       Karena pembaharuan hutang
d.      Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e.       Karena pencampuran utang
f.        Karena pembebasan utang
g.       Karena musnahnya barang yang terutang
h.       Karena batal atau pembatalan
i.         Karena berlakunya syarat pembatalan
j.        Karena lewat waktu atau kadaluarsa
` Dengan pemahaman di atas, seorang front liners dituntut untuk memahami aspek hukum sehingga dapat menilai apakah seseorang memang telah sesuai dengan kewenangannya dalam hal menarik simpanan, atau melakukan transfer rekening dari perusahaannya ke rekening lainnya. Apabila seorang calon nasabah mau membuka rekening, front liners juga harus bisa menilai apakah yang bersangkutan memang dapat mewakili bertindak untuk dan atas nama perusahaan, atau bila perseorangan apa memang orang tersebut telah cakap hukum.


Source:

Hukum Perjanjian

1. Standar kontrak

Adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan), Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman), Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.

2. Macam-macam perjanjian


a) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
b) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
c) Perjanjian bernama dan tidak bernama
d) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
e) Perjanjian konsensual dan perjanjian real

3. Syarat sahnya perjanjian


a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.

b.Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 th bahi lakilaki, 16 th bagi wanita.
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.
c. Adanya Obyek.
Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
d.Adanya kausa yang halal.

Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

4. saat lahirnya perjanjian


Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a. kesempatan penarikan kembali penawaran;
b. penentuan resiko;
c. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak


5. pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian
Pembatalan Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:


- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.


- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.


- Terkait resolusi atau perintah pengadilan


- Terlibat hukum


- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian


Pelaksanaan perjanjian


Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.


Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.



Referensi :

- http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
- http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/18/saat-lahirnya-perjanjian/
- http://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320-kuhperdata/

- http://danifurqon0527.blogspot.com/2012/04/hukum-perjanjian.html 

Bantuan Kapal dan Konflik Perebutan Wilayah Tangkap

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana mengalihkan sebagian anggaran program 1.000 kapal nelayan berbobot mati di atas 30 gross con (GT) untuk pengadaan kapal yang berukuran lebih kecil. Hal itu guna merespons keputusan rapat kerja Komisi IV DPR. yang mendesak pemerintah mengevaluasi kembali program pengadaan 100 kapal periode 2010-2014 agar lebih berguna bagi nelayan kecil.
Rencana pemerintah untuk menurunkan ukuran kapal bantuan bagi nelayan hendaknya dicermati secara hati-hati, apakah dengan diberikannya bantuan kapal yang lebih kecil nelayan akan semakin sejahtera atau bahkan sebaliknya Peme-rintah perlu membuka kembali data dalam 10 tahun terakhir ini terkait kasus-kasus perebutan . wilayah tangkap antarnelayan kecil di perairan Indonesia, yang sangat tinggi. Misalnya awal Mei 2005 di Perairan Kecamatan Bant.in. Kabupaten Bengkalis, telah terjadi pertikaian antame-layan dalam perebutan wilayah tangkapan ikan. Pertikaian tersebut telah mengakibatkan sembilan kapal nelayan habis terbakar (Kimpas. 4 Mei 2005).
Akar permasalahan berbagai pertikaian perebutan wilayah tangkap tersebut lebih didominasi oleh semakin menurunnya sumber daya ikan di wilayah perairan Indonesia dan belum terkendalinya jumlah kapal dan nelayan kecil di perairan lndo-nesia. Dengan demikian, apabila sekarang ini KKP mau menambah jumlah kapal kecil di wilayah perairan Indonesia, penulis khawatir program tersebut akan semakin memperkeruh masalah perebutan wilayah tangkap di perairan Indonesia.

Kebijakan Tanggung
Sejauh ini, sejumlah kebijakan demi mengatasi masalah perebutan wilayah tangkap antamelayan kecil di perairan Indonesia sudah dicoba peme rintah. Namun akibat perencanaan yang tidak matang, kebijakan-kebijakan tersebut gagal di tengah jalan. Misalnya pada periode pemerintahan Megawati, pemerintah mencanangkan program transmigrasi nelayan Pantai Utara Jawa ke wilayah perairan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) guna menghindari kelebihan nelayan di perairan Pantai Utara Jawa. Namun, karena tidak ada perencanaan yang matang, program trasmigrasi nelayan tersebut terkesan tak lebih hanya "men-rransmigrasikan" kemiskinan nelayan dari Pulau Jawa ke wilayah perairan lain.
Saat ini pemerintah mencanangkan program restrukturisasi kapal milik nelayan kecil diganti dengan kapal-kapal di atas 30 CT, dengan harapan para nelayan kecil tersebut dapat meng-akses wilayah perairan ZEEI dan laut lepas. Namun, karena belum ada perencanaan yang matang, keberadaan program tersebut kini menimbulkan berbagai masalah di lapangan dan terancam gagal.
Hal itu tercermin dari empat indikator.
  1. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2011 terhadap realisasi anggaran KKP tahun anggaran 2010 tercatat adanya beberapa satuan kerja (satker) pada Tugas Pembantuan, dalam hal ini pemerintah daerah kabupaten/kota, yang tidak merealisasikar anggaran untuk pengadaan kapal di atas 30 CT. Berdasarkan laporan BPK tersebut, berarti pelaksanaan bantuan kapal untuk restrukturisasi kapal nelayan tidak dibuat dengan perencanaan yang matang.
  2. KKP sebagai penggagas program tersebut jelas belum memahami karakteristik para nelayan kecil dan kondisi sumber daya ikan di perairan Indonesia. Karakteristik nelayan kecil berbeda dengan karakter nelayan yang menggunakan kapal di atas 30 CT. mulai dari perilaku menangkap ikan sampai pada penguasaan teknologi yang ada di kapal jelas sangat jauh berbeda.
    Akibatnya, dengan waktu yang sangat mepet tersebut sangat tidak masuk akal apabila pemerintah dapat mengubah karakteristik nelayan kecil menjadi nelayan dengan kapal 30 CT tersebut. Apalagi tidak diikuti dengan program-program adaptasi nelayan kecil tersebut menjadi nelayan besar.
    Terkait dengan kondisi sumber daya ikan di perairan Indonesia, saat ini kondisi penangkapan di laut pertumbuhannya sudah mulai terbatas, mengingat sudah mulai banyak kawasan perairan yang bagus maupun mengalami over fishmg seperti yang telah dilaporkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dalam hasil evaluasinya tahun 2006. Walaupun kondisi sudah kritis, sampai saat ini Menteri Kelautan dan Perikanan belum menjalankanamanat UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang secara tegas mengamanatkan agar segera menyusun keputusan menteri terkait rencana pengelolaan perikanan nasional (Pasal 7).
  3. Seandainya saja benar kapal tersebut diberikan kepada para nelayan kecil, penulis yakin hal itu malah akan makin menjerumuskan nelayan terhadap ketergantungan kepada para tengkulak. Biaya pengoperasian kapal di atas 30 CT sangat besar, bisa mencapai puluhan juta rupiah sekali trip. Apalagi, BBM yang dipakai untuk kapal ikan di atas 30 CT dikenakan harga nonsubsidi (harga industri). Pertanyaannya darimana para nelayan kecil mendapat biaya operasional kapal tersebut kalau bukan dari para tengkulak? Terlebih pihak perbankan pun belum mau mengucurkan kredit modal untuk para nelayan. Ujung-ujungnya, kapal-kapal itu akan berganti pemilik ke para tengkulak. Kalau hal itu sampai terjadi, jelas bantuan kapal akan semakin menjerumuskan para nelayan kecil pada praktik-praktik yang melanggar hukum.
  4. Pascapelaksanaan bantuan kapal 30 CT tersebut, produksi perikanan tangkap dipastikan tidak bakal meningkat signifikan. Bahkan laporan audit BPK (2011) menunjukkan bahwa dari total produksi perikanan nasional tahun 2010. 50,55 persen disumbangkan perikanan budi daya. Artinya, peran perikanan tangkap terlihat semakin menurun dalam kontribusi terhadap produksi perikanan nasional. Ini sesuai dengan kondisi sumber daya perikanan tangkap tersebut. Selain itu, kesejahteraan nelayan tidak meningkat signifikan, bahkan cenderung menurun. Hal ini tercermin dari terus menurunnya nilai tukar nelayan. Data Badan Pusat Statistik. (2011) terlihat bahwa rata-rata nilai tukar nelayan nasional per September 2011 tercatat hanya mencapai 103.80. atau menurun jika dibandingkan tahun 2009yang nilainya mencapai 105.05.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas. KKP perlu kembali mematangkan perencanaan restrukturisasi kapal nelayan tersebut Pengalihan bantuan kapal 30 CT menjadi kapal-kapal yang berukuran lebih kecil tidak akan menyelesaikan masalah nelayan dan pengelolaan sumber daya ikan di lapangan. Seandainya program tersebut dilaksanakan, penulis melihat hanya menyelesaikan tekanan politik saja, sementara masalah perebutan sumber daya ikan antamelayan lndo-nesia akan semakin parah. Ini karena kapal-kapal kecil akan semakin menumpuk di wilayah pesisir Indonesia, sementara kondisi sumber daya ikan terus menurun.

Karena itu. KKP sebelum melanjutkan program restrukturisasi kapal tersebut hendaknya mematangkan lebih dahulu perencanaan program tersebut Selain itu. KKP hendaknya segera menyusun keputusan menteri terkait rencana pengelolaan perikanan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam UU Perikanan. Ini dimaksudkan agar program bantuan kapal tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi sumber daya ikan nasional. Program-program bimbingan adaptasi dari nelayan kecil (pantai) menjadi nelayan besar i/l I dan laut lepas) juga perlu dikedepankan guna menjaga kesuksesan program tersebut Dukungan perbankan jgua diharapkan. Ini dimaksudkan agar ketergantungan nelayan terhadap para tengkulak akan semakin menurun. Alhasil, tanpa adanya perencanaan yang matang, program bantuan kapal akan berujung pada krisis sumber daya ikan, konflik, dan kemiskinan nelayan, serta semakin menjamurnya praktik korupsi.

Hukum Dagang



1.         Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUHD Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Kitab UU itu (bertujuan mempersatukan Hukum Dagang dan Perdata dalam satu Kitab UU saja )
Pada beberapa Negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang-orang “pedagang” saja, misalnya :
1. Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan membuat surat wesel dan sebagainya
2. Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi “KUHS dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS” Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

2.         Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

3.         Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan :
  1. pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
  2. pembantu di Luar Perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.
Dengan demikian , hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
  1. hubungan pemburuhan , sesuai pasal 1601 a KUH Perdata;
  2. hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata;
  3. hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.
4.         Pengusaha dan Kewajibannya
 Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya dengan cara sebagai beikut :
  • Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
  • Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
  • Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
  • Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
  • Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
  • Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
  • Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek 

5.         Bentuk-Bentuk Badan Usaha
   Perusahaan Perorangan

      Perusahaan Perorangan adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang sehingga semua keuntungan yang didapatkan akan menjadi haknya secara penuh dan jika terdapat kerugian maka yang bersangkutan harus menanggung resiko tersebut secara sendiri
Firma

Firma adalah Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lainnya.

Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.

6.         Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik.

7.         Koperasi

Menurut UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.

8.         Yayasan

Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.

9.         Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.

sumber :
Aspek Hukum Dalam Bisnis Diktat Gunadarma
http://fahru-creatblog.blogspot.com/2011/04/berlakunya-hukum-dagang.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/05/hubungan-pengusaha-dan-pembantu.html
http://www.semarang.go.id/cms/pemerintahan/dinas
http://vanezintania.wordpress.com/2011/04/04/pengusaha-dan-kewajibannya/
http://randahakim.blogspot.com/2012/03/bentuk-badan-usaha.html
http://hukum.kompasiana.com/2011/03/18/perseroan-terbatas/