Secara keseluruhan perspektif modernisasi pada tahun 1960-an telah diterapkan sebagai model pembangunan pada masyarakat negara dunia ke III termasuk di antaranya Indonesia. Khusus untuk Indonesia, Tjondronegoro mengulas revolusi hijau sebagai suatu program pembangunan pertanian yang diilhami oleh teori modernisasi. Ia membahas tema revolusi hijau sebagai satu strategi untuk menimbulkan perubahan social dipedesaan Jawa. Menurutnya, revolusi hijau sebernarnya suatu program intensifikasi tanaman pangan yang membawa ide modernisasi. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain dalam hal pengelolaan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, penggunaan sarana-saranaproduksi dan pengaturan waktu panen. Disamping penerapan teknologi, ide modernisasi juga terlihat dalam hal mengatur kelembagaan produksi. Seiring dengan pengenalan terhadap pola yang baru dilakukan pula pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian, seperti : kelompok tani, KUD, PPI, Bank Perkreditan, P3 A dan sebagainya. Selanjutnya muncul pula pola pengembangan revolusi hijau dalam bentuk, usaha Ekstensifikasi, Intensifikasi dan Diversifikasi.
Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa revolusi hijau telah mendatangkan kemajuan yaitu tercapainya produksi pertanian yang mencapai puncaknya yaitu swasembada pangan. Namun dibalik kesuksesan ini semua harus dibayar dengan penderitaan para petani yang sangat diuntungkan oleh pembangunan ini selebihnya banyak petani miskin yang tersingkir karena tidak siap menerima perubahan yang ditimbulkan oleh modernisasi.
Adapun modernisasi di bidang pertanian dengan revolusi hijaunya telah menyebabkan beberapa masalah di dunia ketiga, khususnya Indonesia seperti :
1. 1. Peningkatan jumlah pengangguran.
2. 2. Merosotnya nilai-nilai tradisional dan bentuk ikatan lainnya.
3 3. Norma-norma saling membutuhkan dan ketergantungan yang hidup dipedesaan mulai menghilang
4 4. Terjadinya polarisasi sosial dan
5 5. Terjadinya penurunan status wanita di pedesaan.
Dampak buruk lainnya dari pembangunan yang mengikuti model-model barat yang telah merugikan perempuan, yaitu mekanisasi dibidang pertanian (dalam arti luas) yang telah menghapuskan peran ekonomi perempuan yang secara tradisional menjadi bidangnya. Kondisi seperti ini telah memperlihatkan bagaimana perempuanperempuan yang terdesak dari sektor pertanian sebagai konsekuensi dari pembangunan terdampar ke kota dengan keterampilan yang minim, menembah barisan/orang miskin kota, sebagai buruh-buruh murah, pelacur. Inilah yang dikenal dengan konsep “ pemiskinan perempuan “. Perempuan tani pedesaan merupakan kelompok orang yang tak berupaya yang tercampal dari proses pembangunan.
0 komentar:
Posting Komentar